JENIS
– JENIS PERJANJIAN DAN PERIKATAN BESERTA HUKUMNYA
·
PERJANJIAN
Perjanjian sendiri dapat diartikan sebagai
suatu perbuatan di mana seseorang atau dengan orang lainya membentuk ikatan
dengan orang lain dengan suatu ikatan di mana kedua belah pihak setuju dan
tanpa paksaan untuk melakukan hal hal yang telah disepakati bersama.
1.
Perjanjian jual
beli:
Dalam surat ini disebutkan bahwa pihak penjual diwajibkan menyerahkan suatu
barang kepada pihak pembeli. Sebaliknya, pihak pembeli diwajibkan menyerahkan sejumlah
uang (sebesar harga barang tersebut) kepada pihak penjual sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak. Setelah penandatanganan surat tersebut, kedua
belah pihak terikat untuk menyelesaikan kewajiban masing masing. Setiap
pelanggaran atau kelainan dalam memenuhi kewajiban akan mendatangkan
konsekuensi hokum karena pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan atau
klaim.
2.
Perjanjian sewa
beli ( angsuran ):
Surat ini boleh dinyatakan sama dengan surat jual beli. Bedanya harga
barang yang di bayarkan oleh pihak pembeli dilakukan dengan cara mengangsur.
Barangnya diserahkan kepada pihak pembeli setelah surat perjanjian sewa beli
ditandatangani. Namun hak kepemilikan atas barang tersebut masih berada di
tangan pihak penjual. Jadi sebelum pembayaran atas barang tersebut masih di
angsur, pihak pembeli masih berstatus sebagai penyewa. Dan selama itu pihak
pembeli tidak berhak menjual barang yang disebutkan dalam perjanjian sewa beli
tersebut. Selanjutnya hak milik segera jatuh ke tangan pembeli saat pembayaran
angsuran/cicilan terakhir dilunasi.
3.
Perjanjian sewa
menyewa:
Perjanjian ini merupakan suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan dan
pihak yang menyewa., dimana pihak yang menyewa (pihak 1) berjanji menyerahkan
suatu barang (tanah, bangunan, dll) kepada pihak penyewa (pihak II) selama
jangka waktu yang di tentukan kedua belah pihak. Sementara itu pihak penyewa di
wajibkan membayar sejumlah uang tertentu atas pemakaian barang tersebut.
4.
Perjanjian
borongan:
Perjanjian ini dibuat antara pihak pemilik proyek dan pihak pemborong,
dimana pihak pemborong setuju untuk melaksanakan pekerjaan borongan sesuai
dengan syarat syarat/spesifikasi serta waktu yang di tetapkan/disepakati oleh
kedua belah pihak. Untuk itu pihak pemilik proyek wajib memebayar sejumlah uang
tertentu (harga pekerjaan borongan) yang telah di sepakati kedua belah pihak
kepada pihak pemborong
5.
Perjanjian
meminjam uang:
Surat perjanjian ini merupakan persetujuan antara pihak piutang dengan
pihak berhutang untuk menyerahkan sejumlah uang. Pihak yang berpiutang
meminjamkan sejumlah uang kepada pihak yang meminjam, dan pihak peminjam wajib
membayar kembali hutang tersebut ditambah dengan buang yang biasanya dinyatakan
dalam persen dari pokok pinjaman, dalam jangka waktu yang telah disepakati.
6.
Perjanjian
kerja:
Pada dasarnya surat perjanjian kerja dan perjanjian jual beli adalah sama.
Yang membedakan adalah obyek perjanjiannya. Bila dalam surat perjanjian jual
beli objeknya adalah barang atau benda, maka objek dalam surta perjanjian kerja
adalah jasa kerja dan pelayanan Para pihak dalam surat perjanjian kerja adalah
majikan (pemilik usaha) dan pekerja (penyedia jasa).
·
HUKUM PERJANJIAN
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di
mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau
lebih.
Para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai
pengertian perjanjian,
Ø Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu
persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan
suatu hal mengenai harta kekayaan.
Menurut
J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit,
dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan
akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya
perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini
berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum
kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
Standar Kontrak
Istilah
perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard
contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak
oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak
baku menurut Munir Fuadi adalah Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya
salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah
tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu
pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para
pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau
tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak
tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk
menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu
pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan
menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan
seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih
buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah
itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial.
Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti
kerugian dalam keadaan yang memeprburuk.
Macam – Macam Perjanjian
a. Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan
perjanjian dengan beban. Perjanjian
dengan Cuma-Cuma ialah suatu
perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2)
KUHPerdata). Perjanjian dengan
beban ialah suatu perjanjian
dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
b. Perjanjian sepihak dan
perjanjian timbal balik. Perjanjian
sepihak adalah suatu
perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi
kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c. Perjanjian konsensuil, formal
dan, riil. Perjanjian
konsensuil ialah perjanjian
dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut. Perjanjian
formil ialah perjanjian yang
harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain
diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d. Perjanjian bernama, tidak
bernama dan, campuran. Perjanjian
bernamaadalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya
dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata
ditambah titel VIIA. Perjanjian
tidak bernama ialah
perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian
campuran ialah perjanjian
yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu
kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada
empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya. Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu
adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka
laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh
tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila
perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak,
maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
b. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan. Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara
hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di
dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada
dibawah pengampunan.
c. Mengenai suatu hal tertentu. Secara yuridis suatu perjanjian harus
mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah
objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek
tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan
dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
d. Suatu sebab yang halal. Setiap perjanjian yang dibuat para pihak
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah
komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu
syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian,
apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta
pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu
mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut
dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian
telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian,
maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan
kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
1. kesempatan penarikan kembali penawaran;
2. penentuan resiko
3. saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
4. menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Pelaksanaan Perjanjian
Pengaturan
mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang
akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341
KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan
kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu.
Pembatalan perjanjian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan
kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut
dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji.
Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap
pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar
janji, yaitu :
Tidak
memenuhi prestasi sama sekali
Terlambat
memenuhi prestasi, dan
Memenuhi
prestasi secara tidak sah
Pengertian Prestasi
Pengertian
prestasi (performance) dalam
hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam
suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan
mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana
disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Model-model
dari prestasi (Pasal 1234 KUH Perdata), yaitu berupa :
Memberikan
sesuatu;
Berbuat
sesuatu;
Tidak
berbuat sesuatu
Pengertian Wanprestasi
Pengertian
wanprestasi (breach
of contract) adalah
tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang
dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan
dalam kontrak yang bersangkutan.
Tindakan
wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan
untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti
rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang
dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Tindakan wanprestasi ini dapat
terjadi karena *:
Kesengajaan;
Kelalaian;
Tanpa
kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)
*
Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena alasan-alasan force
majeure, yang umumnya memang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi
(untuk sementara atau selama-lamanya).
Akibat
munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk
menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi.
Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada
pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak
yang menyebabkan kerugian berupa :
- Pemenuhan
perikatan
- Ganti
rugi
- Pembatalan
persetujuan timbal balik
·
PERIKATAN
Macam –
macam perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam , yakni :
1.
Menurut isi
berdasarkan prestasinya
A.
Perikatan positif dan perikatan negatif:
Perikatan positif adalah periktan yang prestasinya berupa perbuatan positif
yaitu memberi sesuatu dan berbuat sesuatu. Sedangkan perikatan negatif adalah
perikatan yang prestasinya berupa sesuatu perbuatan yang negatif yaitu tidak
berbuat sesuatu.
B.
Perikatan sepintas lalu dan
berkelanjutan: Perikatan sepintas lalu adalah perikatan yang pemenuhan
prestasinya sukup hanya dilakukan dengan satu perbuatan saja dalam dalam waktu
yang singkat tujuan perikatan telah tercapai.
C.
Perikatan alternatif: Perikatan
alternatif adalah perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari
dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam perjanjian.
D.
Perikatan fakultatif: Perikatan
fakultatif adalah periktan yang hanya mempunyai satu objek prestasi.
E.
Perikatan generik dan spesifik:
Perikatan generik adalah perikatan dimana obyeknya hanya ditentukan jenis dan
jumklah barang yang harus diserahkan. Sedangkan perikatan spesifik adalah
perikatan dimana obyeknya ditentukan secara terinci sehingga tampak ciri-ciri
khususnya.
F.
Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak
dapat dibagi: Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya
dapat dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu.
Sedangkan perikatan yang tak dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya tak
dapat dibagi.
2. Menurut subyeknya
I.
Perikatan tanggung-menanggung (tanggung
renteng): Perikatan tanggung-menanggung adalah perikatan dimana debitur
dan/atau kreditur terdiri dari beberapa orang.
II.
Perikatan pokok dan tambahan: Perikatan
pokok dan tambahan adalah perikatan anatar debitur dan kreditur yang berdiri
sendiri tanpa bergantung kepada adanya perikatan yang lain. Sedangkan perikatan
tambahan adalah perikatan antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai
perikatan pokok.
3. Menurut
mulai berlakunya dan berakhirnya
a. Perikatan
bersyarat
Perikatan bersyarat
adalah perikatan yang lahirnya mauypun berakhirnya (batalnya) digantungkan pada
suatu pristiwa yang belum dan tidak tentu terjadi.
b. Perikatan
dengan ketetapan waktu
Perikatan dengan
ketetapan waktu adalah perikatan yang pelaksanaanya ditangguhkan sampai pada
suatu waktu ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat
dipastikan waktu yang dimaksud akan tiba.
B. Macam-macam Perikatan Menurut
Undang-undang Perikatan (BW)
Macam-macam perikatan
dapat dibedakan atas beberapa macam, yakni :
1. Perikatan
bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat
adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari,
yang masih belum tentu akan atau terjadi. Menurut Pasal 1253 KUH perdata
tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn adalah bersyarat mankala ia
digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum
terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam
itu, maupun secara membatalkan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa
tersebut”.
Pasal ini menerangkan
tentang perikatan bersyarat yaitu perikatan yang lahir atau berakhirnya
digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin akan terjadi tetapi belum tentu
akan terjadi atau belum tentu kapan terjadinya. Berdasarkan pasal ini dapat
diketahui bahwa perikatan bersyarat dapat dibedakan atas dua, yakni: a.
Perikatan dengan syarat tangguh; b. Perikatan dengan syarat berakhir.
a. Perikatan
dengan syarat tangguh
Apabila syarat
“peristiwa” yang dimaksud itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan (pasal 1263
KUHpdt). Sejak peristiwa itu terjadi, keawjiban debitor untuk berprestasi
segera dilaksanakan. Misalnya, A setuju apabila B adiknya mendiami paviliun
rumahnya setelah B menikah. Nikah adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan
belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan, jika B nikah
A wajib menyerahkan paviliun rumahnya untuk didiami oleh B.
b. Perikatan
dengan syarat batal
Perikatan yang sudah
ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi (pasal 1265
KUHpdt). Misalnya, K seteju apabila F kakaknya mendiami rumah K selam dia tugas
belajar di Inggris dengan syarat bahwa F harus mengosongkan rumah tersebut
apabila K selesai studi dan kembali ketanah air. Dalam contoh, F wajib
menyerahkan kembali rumah tersebut kepada K adiknya.
Istilah syarat
berakhir dan bukan syarat batal yang digunakan karena istilah syarat berakhir
tersebut lebih tepat, istilah syarat batal pada umumnya mengesankan adanya
sesuatu secara melanggar hukum yang mengakibatkan batalnya perikatan tersebut
dan memang perjanjian tersebut tidal batal, tetapi berakhir, dan berakhirnya
perikatan tersebut atas kesepakatan para pihak sedangkan kalau batal adalah
kalau perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak atau
batal demi hukum.
2. Perikatan
Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)
Maksud syarat
“ketetapan waktu” ialah bahwa pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu
yang ditetapkan. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan
terjadi dan terjadinya sudah pasti, atau berupa tanggal yang sudah tetap.
Contonya:”K berjanji pada anak laki-lakinya yang telah kawin itu untuk
memberikan rumahnya, apabila bayi yang sedang dikandung isterinya itu telah
dilahirkan”
Menurut KUHperdata
pasal 1268 tentang perikatan-perikatan ketetapan waktu, berbunyi “ suatu
ketetapan waktu tidak, menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan
pelaksanaanya”. Pasal ini menegaskan bahwa ketetapan waktu tudak
menangguhkan lahirnya perikatan, tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini
berarti bahwa perjajian dengan waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir,
hanya saja pelaksanaanya yang tertunda sampai waktu yang ditentukan.
Perbedaan antara suatu
syarat dengan ketetapan waktu ialah yang pertama, berupa suatu kejadian atau
peristiwa yang belum tentu atau tudak akan terlaksana. Sedangkan yang kedua
adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan
datangnya. Misalnya meninggalnya seseorang. Cocontoh-contoh suatu perikatan
yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek
seperti perjanjian perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu
waktu setelahnya dipertunjukan dan lain sebagainya.
3. Perikatan
mana suka (alternatif)
Pada perikatan mana
suka objek prestasinya ada dua macam benda. Dikatan perikatan mana suka keran
dibitur boleh memenuhi presatasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang
dijadikan objek perikatan. Namun, debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk
menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur
telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia
dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika
hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor.
Menurut pasal 1272
KUHperdata tentang mengenai perikatan-perikatan mana suka (alternatif)
berbunyi, “tentang perikatan-perikatan mana suka debitur dibebaskan jika ia
menyerahkan salh satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi
ia tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima kreditor untuk sebagian dari
barang yang satu dan sebagian dari barang yang lainnya”. Dalam perikatan
alternatif ini debiturtelah bebas jika telah menyerahkan salh satu dari dua
atau lebih barang yang dijadikan alternatif pemebayaran. Misalnya, yang
diajadikan alternatif adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau maka kalau debitur
menyerahkan dua ekor sapi saja debitur telah dibebaskan.
Walaupun demikian,
debitur tdak dapat memaksakan kepada kreditur untuk menerima sebagian dari
barang yang satu dan sebagian barang lainnya. Jadi, debitur tidak dapat memaksa
kreditor untuk menerima seekor sapi dan seekor kerbau.
4. Perikatan
tanggung menanggung atau tanggung renteng (hoofdelijk atau solidair)
Ini adalah suatu
perikatan diaman beberapa orang bersama-sam sebagai pihak yang berhutang
berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang
bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan
semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Bebrapa
orang yang bersama-sama mengahadapi orang berpiutang atau penagih hutang,
masing-masing dapat dituntut untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika
salah satu membayar, maka pemabayaran ini juga membaskan semua temen-temen yang
berhutang. Itulah yang dimaksud suatu periktan tanggung-menanggung. Jadi, jika
dua A dan B secara tangggung-menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A
dan B masing-masing dapat dituntut membayar Rp. 100.000,-.
Pada dasarnya
perikatan tannggung menanggung meliputi, (a). Perikatan tanggung menanggung
aktif, (b). Perikitan tanggung menanggung pasif.
a. Perikatan
tanggung menanggung aktif
Perikatan tanggung
menanggung aktif terjadi apabila pihak kreditor terdiri dari beberapa orang.
Hak pilih dalam hal ini terletak pada debitor. Perikatan tanggung menanggung
aktif ini dapat dilihat pada pasal 1279 menyebutkan : “ adalah terserah
kepada yang berpiutang untuk memilih apakah ia akan membayar utang kepada
yang 1 (satu) atau kepada yang lainnya diantara orang-orang
yang berpiutang, selama ia belum digugat oleh salah satu. Meskipun pembebasan
yang diberikan oleh salah satu orang berpiutangdalam suatu perikatan
tanggung-menanggung, tidak dapat membebaskan siberutang untuk selebihnya dari
bagian orang yang berpiutang tersebut”.
b. Perikatan
tanggung menanggung pasif
Perikatan tanggung menanggung
pasif terjadi apabila debitor terdiri dari beberapa orang. Contoh “ X
tidak berhasil memperoleh pelunasan pelunasan puitanggya dari debitor Y, dalam
hal ini X masih dapat menagih kepada debitor Z yang tanggung menanggung dengan
Y. Dengan demikian kedudukan kreditor lebih aman”.
5. Perikatan
yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat
dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek
perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan lagi pula pembagian
itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat
atau tidak dapat dibagi itu berdasarkan pada.:
a. Sifat
benda yang menjadi objek perikatan
b. Maksud
perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Persoalan dapat dibagi
atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam perikatan itu terdapat
lebih dari seorang debitor atau lebih dari sorang kreditor. Jika hanya seorang
kreditor perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi.
6. Perikatan
dengan penetapan hukuman (strabeding)
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah
saja melaikan kewajibannya dalam praktek banyak dipakai perjanjian diamana
siberhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak menepati janjinya. Hukuman
itu, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya
merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri
oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Menurut pasal 1304 tentang
mengenai perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman, berbunyi “ anman
hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan mana seorang untuk
imbalan jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan sesuatu
manakala perikatan itu tidak dipenuhi”.
Ketentuan diatas sebenarnya merupakan pendorong bagi
debitur untuk memenuhi perikatannya karena apabila ia lalai dalam
melaksanakannya dia dikenai suatu hukuman tertentu, yang tentu saja akan
membawa kerugian baginya karena dengan hukuman tersebut kewajiban akan semakin
besar.
·
HUKUM PERIKATAN
Perikatan adalah hubungan hukum
antara dua orang atau lebih di dalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak
mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi.
Perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian dan Undang-undang. Sedangkan
perjanjian adalah perbuatan hukum.
Unsur-unsur
perikatan:
I.
Hubungan hukum.
II.
Harta kekayaan.
III.
Pihak yang berkewajiban dan pihak yang
berhak.
IV.
Prestasi.
Dasar
Hukum Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar
hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut :
Perikatan
yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
Perikatan
yang timbul dari undang-undang
Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (
onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming ) .
Sumber
perikatan berdasarkan undang-undang :
Perikatan
( Pasal 1233 KUH Perdata )
Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu.
Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata )
Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata )
Perikatan
yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Azas-azas
Dalam Hukum Perikatan:
1) Asas
Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.
2) Asas
Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
3) Asas
Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
Pengecualian
: 1792 KUHPerdata 1317 KUHPerdata
Perluasannya
yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.
Asas
Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.
● Hapusnya Perikatan
Perikatan
itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai
berikut :
1. Pembaharuan
utang (inovatie)
Novasi
adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada
saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti
perikatan semula.
2. Perjumpaan
utang (kompensasi)
Kompensasi
adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana
dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi
terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana
utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang
ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan
menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3. Pembebasan
Utang
pembebasan
utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk
menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk
tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang
adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan
kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma-
Cuma.
4.
Musnahnya barang yang terutang
5.
Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang
kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan
dapat dibatalkan.
6. Kedaluwarsa
Menurut
ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau
waktu, yaitu :
Lampau
waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang
Lampau waktu untuk dibebaskan dari
suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan
SUMBER :